Ketika kita harus menjawab pertanyaan tersebut, kita haruslah memulai dengan
satu hal yang sangat mendasarinya, yaitu : untuk tujuan apakah manusia
diciptakan..? karena adanya kitab suci, dan harus asli, terkait erat dengan
tujuan penciptaan manusia. Apakah Tuhan menciptakan manusia hanya untuk lahir..?
dewasa..? beraktifitas..? menikah..? mempunyai keturunan..? tua..? mati..? lalu
kemudian musnah tidak berbekas..? apakah cuma untuk itu..?, apakah semua
kegiatan kita sama sekali tidak ada harganya..? atau cuma dihargai di dunia ini
saja..? yang kerja keras bakalan kaya, yang rajin olahraga bakalan sehat, lalu
mengapa ada yang kerja keras tetap miskin..? ada yang rajin olahraga tapi
sakit-sakitan..?, yang rajin beribadah tapi tetap menderita..?
Al-Qur’an
menyampaikan : 56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku., redaksi ayat ini adalah negasi ‘Aku tidak menciptakan
jin dan manusia’ kemudian dilanjutkan ‘melainkan’, artinya tidak ada kemungkinan
lain dari tujuan penciptaan manusia, semata-mata hanya untuk menyembah Allah,
lain kalau redaksi kalimatnya ‘Aku ciptakan jin dan manusia untuk menyembah-Ku’,
yang artinya ada kemungkinan tujuan lain selain menyembah. Maka semua aktifitas,
kelahiran, kematian, bekerja, menikah, olahraga, mendengar musik, buang air
besar dan kecil, belajar, main internet, makan, bahkan dalam hal menerima
bencana, sakit, miskin, semuanya dalam rangka penyembahan kita kepada Tuhan.
Rasulullah berkata : “ Manusia yang beriman itu unik, kalau dia menerima karunia
Allah, dia akan bersyukur, dan syukur itu mendatangkan kebaikan bagi dirinya,
apabila dia mendapat musibah dia akan sabar, dan sabar itu juga akan
mendatangkan kebaikan bagi dirinya”.
Konsekuensi logis dari tujuan penciptaan manusia tersebut adalah, tentunya harus ada petunjuk Tuhan bagaimana cara menyembah Dia, dan juga harus ada informasi tentang eksistensi-Nya, sifat-sifat-Nya, perintah-Nya, larangan-Nya, ucapan atau perkataan dalam menyembah-Nya, apa pandangan-Nya tentang karunia dan musibah, semua manusia punya hak yang sama dalam menerima petunjuk tersebut, bahwa manusia punya hak untuk menerima langsung petunjuk tersebut dari Tuhannya. Tidak boleh ada ‘individu terpilih’ yang menjadi ‘calo penyembahan’ terhadap Tuhan, yang menentukan si A boleh berhubungan dengan Tuhan, si B dilarang, atau orang yang memproduksi ajarannya sendiri untuk menyembah Tuhan untuk kemudian harus diikuti oleh orang lain. Misalnya Paulus menulis surat ke jemaah Galatia lalu dikatakan : “Ini firman Tuhan..”, Yacobus bikin surat : “Ini datangnya dari Tuhan, Mathius mencatat ucapan dan tingkah laku Yesus lalu menyatakan : “Ini firman Tuhan..”. Semua pernyataan manusia yang merasa mendapat wangsit, ilham, Ruh Kudus, kemudian menulis surat ataupun catatannya sendiri harusnya tertolak karena bertentangan dengan tujuan penciptaan manusia tadi yaitu : semua manusia tanpa kecuali diciptakan semata-mata hanya untuk menyembah Allah. Maka syarat pertama keaslian suatu firman Tuhan adalah : langsung datangnya dari Tuhan itu sendiri yaitu baik isi maupun redaksinya merupakan 'produk' dari Allah.
Dalam proses penyampaian wahyu kepada seluruh manusia, Tuhan memutuskan memilih Nabi dan Rasul antara lain bertugas sebagai mediator yang mentrasmisikan wahyu, menerima apa yang diberikan Tuhan dan menyampaikannya kepada manusia, tanpa ditambah-tambah dan dikurang-kurangi ataupun dirobah redaksinya sekalipun pengertiannya sama.
15. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: "Datangkanlah Al Qur’an yang lain dari ini atau gantilah dia". Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)". (Yunus)
105. Dan Kami turunkan (Al Qur’an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al Qur’an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
30. Berkata ’Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, (Maryam)
48. Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Anbiyaa)
Ayat-ayat tersebut (terdapat puluhan ayat yang menyatakan Allah ‘memberikan’ atau ‘menurunkan’ kitab) mengandung pernyataan bahwa Nabi ataupun Rasul sama sekali tidak diberi wewenang untuk merubah satu hurufpun dari wahyu yang diberikan atau diturunkan Allah. Banyak redaksi ayat Al-Qur’an yang diawali dengan kata ‘Qul = katakanlah’, secara logika seharusnya ketika Nabi Muhammad SAW menyampaikan wahyu tersebut kepada orang lain, tidak perlu lagi pakai kata ‘qul’, tapi ini tidak terjadi, karena Nabi tidak diberi mandat untuk merubah Satu Huruf Pun. Jadi kalau anda menemukan orang yang mengaku Nabi dan Rasul yang mengarang sendiri tulisan sekalipun isinya penuh ajaran kebaikan, kalau dinyatakan tulisan tersebut datangnya dari Tuhan, sebaiknya ditolak saja, karena fungsi Nabi dan Rasul hanyalah menyampaikan firman tanpa ditambah atau dikurangi.
Maka syarat yang kedua untuk menentukan apakah Firman Tuhan itu asli adalah : adanya Nabi atau Rasul yang berfungsi HANYA menyampaikan wahyu, dan tidak memproduksi sendiri wahyu tersebut.
Logika yang lain tentang firman Tuhan adalah, karena manusia diberi hak dan diwajibkan mendapat dan mengikuti petunjuk Tuhan, maka dalam desainnya, manusia pasti ‘diberi kemampuan’ untuk mendapatkan firman Tuhan tersebut. Semua manusia punya kemampuan yang sama, kalaupun ada yang ditakdirkan tidak mampu menerima firman karena Kuasa Tuhan, maka sebagai kompensasinya orang tersebut tidak akan berdosa sekalipun dia tidak mematuhi perintah dan larangan dari Tuhan. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah ‘menempatkan’ suatu benda dalam diri manusia yaitu ‘qalbu’, diartikan dengan ‘hati’, namun bukan dalam pengertian yang kongkrit yaitu ‘lever’, mungkin lebih tepatnya disebut ‘hati nurani = jiwa/soul’.
97. Katakanlah: Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur’an) ke dalam hatimu (alaaqalbika) dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (Al Baqarah)
192. Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, 193. dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), 194. ke dalam hatimu (alaaqalbika)(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, 195. dengan bahasa Arab yang jelas. (Asy Syu’araa)
2. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka (quluubuhum), dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (Al Anfaal)
22. Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya (lilqaasiyati quluubuhum) untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Az Zumar)
Rasulullah mengajarkan : “Dalam diri manusia ada satu bagian, apabila bagian tersebut baik, maka akan baiklah manusia itu, apabila bagian tersebut buruk, maka akan buruklah manusianya, bagian itu dinamakan qalbu”. Dilain tempat diajarkan juga bahwa qalbu itu ibarat cermin yang bersih, sedangkan dosa merupakan kotoran yang mengotori cermin. Makin banyak berbuat dosa dan tidak mau bertobat dan meminta ampun, maka makin kotor cermin tersebut hingga akhirnya menghitam dan mengeras seperti batu. Qalbu yang menghitam dan mengeras, tidak akan bisa menerima kebenaran firman Allah.
155. Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup.(qulubuna gulfun)" Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka. (An Nisaa)
13. (Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu (quluubahum qasiyatan). Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, (Al Maaidah)
25. Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan) mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (alaaqulubihim akinnatan) (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al Qur’an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu". (Al An’aam)
43. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras (qasat quluubuhum) dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. (Al An’aam)
179. Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati (quluubun), tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al A’raaf)
46. dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka (alaaquluubihim akinnatan) dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Qur’an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya. (Al Israa)
57. Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (alaaquluubihim akinnatan), (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya, (Al Kahfi)
46. maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati (quluubun) yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Al Hajj)
58. Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al Qur’an ini segala macam perumpamaan untuk manusia. Dan sesungguhnya jika kamu membawa kepada mereka suatu ayat, pastilah orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan belaka". 59. Demikianlah Allah mengunci mati hati (yatba’u Allaahu alaaquluubi) orang-orang yang tidak (mau) memahami. (Ar Ruum)
16. Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu mereka berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah (taba’a Allaahu alaquluubihim) dan mengikuti hawa nafsu mereka. (Muhammad)
12. Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa, 13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu". 14. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (raana alaaquluubihim) (Al Muthaffifiin)
Tidak perlu ada konsep Ruh Kudus yang dinyatakan sebagai salah satu pribadi dari 3 pribadi Tuhan yang mengilhami. Dalam diri kita ada potensi untuk memahami firman Tuhan. Konsep Ruh Kudus sampai sekarang merupakan sesuatu yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya, setiap umat Kristen yang saya tanya tentang hal ini selalu memberikan jawaban yang tidak pasti, kapan dan bagaimana membedakan seseorang mengalami atau tidak mengalami Ruh Kudus, tidak ada jawaban yang jelas. Kebanyakan menyarankan saya untuk ‘percaya’ kepada Bapa, Anak dan Ruh Kudus, baru kemudian Ruh Kudus akan ‘bekerja’, bagaimana mungkin seseorang begitu saja mengganti keimanan kepada Ruh Kudus sebelum Ruh kudus tersebut bekerja..? Bahkan dari sikap dan kelakuan beberapa rekan Non Muslim di forum ini, memang agak sudah membedakannya, kelihatan sama saja orang yang diilhami Ruh Kudus dengan orang yang sedang kerasukan setan, ada yang berusaha menerangkan dan menafsirkan ayat Alkitab, ada juga yang cuma mencaci maki, semuanya mengaku dibimbing Ruh Kudus…
Potensi manusia yang bisa menerima firman Allah tersebut, digambarkan Allah dalam Al-Qur’an :
7. Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. 8. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). 9. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (As Sajdah)
Allah tidak menyatakan dengan kata ‘menempatkan’ atau ‘meletakkan’ ruh-Nya ke dalam diri manusia, tapi dengan kata ‘meniupkan’,suatu ungkapan adanya kedekatan yang sangat antara yang meniup dengan yang ditiup, itu berarti dalam diri manusia ada potensi untuk berkomunikasi dengan Allah, ‘mendengar’ apa yang difirmankan-Nya.
Al-Qur’an bukanlah buku yang berisi tulisan arab, dicetak oleh penerbit, diperbanyak dan disimpan dalam rak buku di rumah atau di mesjid, itu namanya mushaf Al-Qur’an, cuma buatan manusia biasa, tulisan arab merupakan ciptaan manusia, bahkan tanda baca garis atas, bawah dan waw, itu ciptaan Abu Aswad Ad-Dually pada tahu 900M. Al-Qur’an berarti ‘bacaan’, yaitu apabila kita membaca kitab = mushaf Al-Qur’an, baik dengan bunyi maupun dalam hati, ‘makna’ dari yang kita baca tersebut ditangkap oleh qalbu kita, berproses, bisa menjadi baik atau buruk tergantung ‘hitam atau putih’ qalbu kita tersebut, itulah yang dinamakan firman Allah.
Konsekuensi logis dari tujuan penciptaan manusia tersebut adalah, tentunya harus ada petunjuk Tuhan bagaimana cara menyembah Dia, dan juga harus ada informasi tentang eksistensi-Nya, sifat-sifat-Nya, perintah-Nya, larangan-Nya, ucapan atau perkataan dalam menyembah-Nya, apa pandangan-Nya tentang karunia dan musibah, semua manusia punya hak yang sama dalam menerima petunjuk tersebut, bahwa manusia punya hak untuk menerima langsung petunjuk tersebut dari Tuhannya. Tidak boleh ada ‘individu terpilih’ yang menjadi ‘calo penyembahan’ terhadap Tuhan, yang menentukan si A boleh berhubungan dengan Tuhan, si B dilarang, atau orang yang memproduksi ajarannya sendiri untuk menyembah Tuhan untuk kemudian harus diikuti oleh orang lain. Misalnya Paulus menulis surat ke jemaah Galatia lalu dikatakan : “Ini firman Tuhan..”, Yacobus bikin surat : “Ini datangnya dari Tuhan, Mathius mencatat ucapan dan tingkah laku Yesus lalu menyatakan : “Ini firman Tuhan..”. Semua pernyataan manusia yang merasa mendapat wangsit, ilham, Ruh Kudus, kemudian menulis surat ataupun catatannya sendiri harusnya tertolak karena bertentangan dengan tujuan penciptaan manusia tadi yaitu : semua manusia tanpa kecuali diciptakan semata-mata hanya untuk menyembah Allah. Maka syarat pertama keaslian suatu firman Tuhan adalah : langsung datangnya dari Tuhan itu sendiri yaitu baik isi maupun redaksinya merupakan 'produk' dari Allah.
Dalam proses penyampaian wahyu kepada seluruh manusia, Tuhan memutuskan memilih Nabi dan Rasul antara lain bertugas sebagai mediator yang mentrasmisikan wahyu, menerima apa yang diberikan Tuhan dan menyampaikannya kepada manusia, tanpa ditambah-tambah dan dikurang-kurangi ataupun dirobah redaksinya sekalipun pengertiannya sama.
15. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: "Datangkanlah Al Qur’an yang lain dari ini atau gantilah dia". Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)". (Yunus)
105. Dan Kami turunkan (Al Qur’an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al Qur’an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
30. Berkata ’Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, (Maryam)
48. Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Anbiyaa)
Ayat-ayat tersebut (terdapat puluhan ayat yang menyatakan Allah ‘memberikan’ atau ‘menurunkan’ kitab) mengandung pernyataan bahwa Nabi ataupun Rasul sama sekali tidak diberi wewenang untuk merubah satu hurufpun dari wahyu yang diberikan atau diturunkan Allah. Banyak redaksi ayat Al-Qur’an yang diawali dengan kata ‘Qul = katakanlah’, secara logika seharusnya ketika Nabi Muhammad SAW menyampaikan wahyu tersebut kepada orang lain, tidak perlu lagi pakai kata ‘qul’, tapi ini tidak terjadi, karena Nabi tidak diberi mandat untuk merubah Satu Huruf Pun. Jadi kalau anda menemukan orang yang mengaku Nabi dan Rasul yang mengarang sendiri tulisan sekalipun isinya penuh ajaran kebaikan, kalau dinyatakan tulisan tersebut datangnya dari Tuhan, sebaiknya ditolak saja, karena fungsi Nabi dan Rasul hanyalah menyampaikan firman tanpa ditambah atau dikurangi.
Maka syarat yang kedua untuk menentukan apakah Firman Tuhan itu asli adalah : adanya Nabi atau Rasul yang berfungsi HANYA menyampaikan wahyu, dan tidak memproduksi sendiri wahyu tersebut.
Logika yang lain tentang firman Tuhan adalah, karena manusia diberi hak dan diwajibkan mendapat dan mengikuti petunjuk Tuhan, maka dalam desainnya, manusia pasti ‘diberi kemampuan’ untuk mendapatkan firman Tuhan tersebut. Semua manusia punya kemampuan yang sama, kalaupun ada yang ditakdirkan tidak mampu menerima firman karena Kuasa Tuhan, maka sebagai kompensasinya orang tersebut tidak akan berdosa sekalipun dia tidak mematuhi perintah dan larangan dari Tuhan. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah ‘menempatkan’ suatu benda dalam diri manusia yaitu ‘qalbu’, diartikan dengan ‘hati’, namun bukan dalam pengertian yang kongkrit yaitu ‘lever’, mungkin lebih tepatnya disebut ‘hati nurani = jiwa/soul’.
97. Katakanlah: Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur’an) ke dalam hatimu (alaaqalbika) dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (Al Baqarah)
192. Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, 193. dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), 194. ke dalam hatimu (alaaqalbika)(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, 195. dengan bahasa Arab yang jelas. (Asy Syu’araa)
2. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka (quluubuhum), dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (Al Anfaal)
22. Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya (lilqaasiyati quluubuhum) untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Az Zumar)
Rasulullah mengajarkan : “Dalam diri manusia ada satu bagian, apabila bagian tersebut baik, maka akan baiklah manusia itu, apabila bagian tersebut buruk, maka akan buruklah manusianya, bagian itu dinamakan qalbu”. Dilain tempat diajarkan juga bahwa qalbu itu ibarat cermin yang bersih, sedangkan dosa merupakan kotoran yang mengotori cermin. Makin banyak berbuat dosa dan tidak mau bertobat dan meminta ampun, maka makin kotor cermin tersebut hingga akhirnya menghitam dan mengeras seperti batu. Qalbu yang menghitam dan mengeras, tidak akan bisa menerima kebenaran firman Allah.
155. Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup.(qulubuna gulfun)" Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka. (An Nisaa)
13. (Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu (quluubahum qasiyatan). Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, (Al Maaidah)
25. Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan) mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (alaaqulubihim akinnatan) (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al Qur’an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu". (Al An’aam)
43. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras (qasat quluubuhum) dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. (Al An’aam)
179. Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati (quluubun), tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al A’raaf)
46. dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka (alaaquluubihim akinnatan) dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Qur’an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya. (Al Israa)
57. Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (alaaquluubihim akinnatan), (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya, (Al Kahfi)
46. maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati (quluubun) yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Al Hajj)
58. Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al Qur’an ini segala macam perumpamaan untuk manusia. Dan sesungguhnya jika kamu membawa kepada mereka suatu ayat, pastilah orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan belaka". 59. Demikianlah Allah mengunci mati hati (yatba’u Allaahu alaaquluubi) orang-orang yang tidak (mau) memahami. (Ar Ruum)
16. Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu mereka berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah (taba’a Allaahu alaquluubihim) dan mengikuti hawa nafsu mereka. (Muhammad)
12. Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa, 13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu". 14. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (raana alaaquluubihim) (Al Muthaffifiin)
Tidak perlu ada konsep Ruh Kudus yang dinyatakan sebagai salah satu pribadi dari 3 pribadi Tuhan yang mengilhami. Dalam diri kita ada potensi untuk memahami firman Tuhan. Konsep Ruh Kudus sampai sekarang merupakan sesuatu yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya, setiap umat Kristen yang saya tanya tentang hal ini selalu memberikan jawaban yang tidak pasti, kapan dan bagaimana membedakan seseorang mengalami atau tidak mengalami Ruh Kudus, tidak ada jawaban yang jelas. Kebanyakan menyarankan saya untuk ‘percaya’ kepada Bapa, Anak dan Ruh Kudus, baru kemudian Ruh Kudus akan ‘bekerja’, bagaimana mungkin seseorang begitu saja mengganti keimanan kepada Ruh Kudus sebelum Ruh kudus tersebut bekerja..? Bahkan dari sikap dan kelakuan beberapa rekan Non Muslim di forum ini, memang agak sudah membedakannya, kelihatan sama saja orang yang diilhami Ruh Kudus dengan orang yang sedang kerasukan setan, ada yang berusaha menerangkan dan menafsirkan ayat Alkitab, ada juga yang cuma mencaci maki, semuanya mengaku dibimbing Ruh Kudus…
Potensi manusia yang bisa menerima firman Allah tersebut, digambarkan Allah dalam Al-Qur’an :
7. Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. 8. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). 9. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (As Sajdah)
Allah tidak menyatakan dengan kata ‘menempatkan’ atau ‘meletakkan’ ruh-Nya ke dalam diri manusia, tapi dengan kata ‘meniupkan’,suatu ungkapan adanya kedekatan yang sangat antara yang meniup dengan yang ditiup, itu berarti dalam diri manusia ada potensi untuk berkomunikasi dengan Allah, ‘mendengar’ apa yang difirmankan-Nya.
Al-Qur’an bukanlah buku yang berisi tulisan arab, dicetak oleh penerbit, diperbanyak dan disimpan dalam rak buku di rumah atau di mesjid, itu namanya mushaf Al-Qur’an, cuma buatan manusia biasa, tulisan arab merupakan ciptaan manusia, bahkan tanda baca garis atas, bawah dan waw, itu ciptaan Abu Aswad Ad-Dually pada tahu 900M. Al-Qur’an berarti ‘bacaan’, yaitu apabila kita membaca kitab = mushaf Al-Qur’an, baik dengan bunyi maupun dalam hati, ‘makna’ dari yang kita baca tersebut ditangkap oleh qalbu kita, berproses, bisa menjadi baik atau buruk tergantung ‘hitam atau putih’ qalbu kita tersebut, itulah yang dinamakan firman Allah.
0 komentar:
Posting Komentar